Awas Bahaya !! Banyak hadits palsu dan lemah dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin (Karya Imam Al Ghazali) Kitabnya kaum Shufi.
Alergi memang kalau mendengar nama Imam Al Ghazali bahkan ada yang
muntah-muntah tapi tetaplah kita jangan membenci, Kiranya tidak
berlebihan kalau kita mengatakan bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin adalah
termasuk kitab berbahasa Arab yang paling populer di kalangan kaum
muslimin di Indonesia yang sering dibawa dalam khutbah jum'at, bahkan di seluruh dunia.
Kitab ini dianggap sebagai rujukan utama, sehingga seorang yang telah
menamatkan pelajaran kitab ini dianggap telah mencapai kedudukan yang
tinggi dalam pemahaman agama Islam.
Padahal, kiranya juga tidak
berlebihan kalau kita katakan bahwa kitab ini termasuk kitab yang
paling keras diperingatkan oleh para ulama untuk dijauhi, bahkan di
antara mereka ada yang merekomendasikan agar kitab ini dimusnahkan!
(Lihat kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/327 dan 19/495-496).
Betapa tidak, kitab ini berisi banyak penyimpangan dan kesesatan besar,
sehingga orang yang membacanya apalagi mendalaminya tidak akan aman dari
kemungkinan terpengaruh dengan kesesatan tersebut, terlebih lagi
kesesatan-kesesatan tersebut dibungkus dengan label agama.
Di
antara kesesatan besar yang dikandung buku ini adalah pembenaran
ideologi (keyakinan) wihdatul wujud (bersatunya wujud Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan wujud makhluk), yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada
hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam
semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/ penampakan Zat Ilahi (Allah
Subhanahu wa Ta’ala) – Mahasuci Allah Subhanahu wa Ta’ala dari segala
keyakinan rusak ini –.
Keyakinan sangat menyimpang bahkan kafir
ini dibenarkan secara terang-terangan oleh penulis kitab ini di
beberapa tempat dalam kitab ini, misalnya pada jilid ke-4 halaman 86 dan
halaman 245-246 (cet. Darul Ma’rifah, Beirut).
Cukuplah
pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berikut ini menggambarkan
besarnya penyimpangan dan kesesatan yang terdapat dalam kitab ini,
“Kitab ini berisi pembahasan-pembahasan yang tercela, (yaitu) pembahasan
yang rusak (menyimpang dari Islam) dari para ahli filsafat yang
berkaitan dengan tauhid (pengesaaan Allah Subhanahu wa Ta’ala), kenabian
dan hari kebangkitan. Maka, ketika penulisnya menyebutkan pemahaman
orang-orang ahli Tasawwuf (yang sesat) keadaannya seperti seorang yang
mengundang seorang musuh bagi kaum muslimin tetapi (disamarkan dengan)
memakaikan padanya pakaian kaum muslimin (untuk merusak agama mereka
secara terselubung). Sungguh para imam (ulama besar) Islam telah
mengingkari (kesesatan dan penyimpangan) yang ditulis oleh Abu Hamid
al-Gazali dalam kitab-kitabnya” (Kitab Majmu’ul Fataawa, 10/551-552).
Oleh karena itu, Imam Adz-Dzahabi menukil ucapan Imam Muhammad bin
al-Walid Ath-Thurthuusyi yang mengatakan bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin
(artinya: menghidupkan ilmu-ilmu agama) lebih tepat jika dinamakan
Imaatatu ‘uluumid diin (mematikan/merusak ilmu-ilmu agama).
Di
samping itu, kitab ini juga memuat banyak hadits lemah bahkan palsu,
yang tentu saja tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahkan banyak di antaranya yang sangat bertentangan
dengan prinsip dasar agama Islam.
Hal ini tidaklah
mengherankan, karena sang penulis adalah seorang yang kurang
pengetahuannya terhadap hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
khususnya dalam membedakan hadits yang shahih dan hadits yang lemah,
sebagaimana pernyataan sang penulis sendiri, “Aku memiliki barang
dagangan (pengetahuan) yang sedikit tentang hadits (Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam)” (Dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam
kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, 12/174).
Dalam tulisan ini saya
tidak akan membahas semua kesesatan tersebut, tetapi saya akan membahas
dan menilai keabsahan hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini,
berdasarkan keterangan para ulama ahlus sunnah yang terlebih dahulu
meneliti dan mengkritisi kitab ini.
Kritikan para ulama Ahlus Sunnah terhadap hadits-hadits dalam kitab ini
1- Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi berkata (dalam kitab beliau Minhaajul
Qaashidiin, sebagaimana yang dinukil dalam Majalah Al-Bayaan, edisi 48
hal. 81), “Ketahuilah, bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin di dalamnya terdapat
banyak kerusakan (penyimpangan) yang tidak diketahui kecuali oleh para
ulama. Penyimpangannya yang paling ringan (dibandingkan
penyimpangan-penyimpangan besar lainnya) adalah hadits-hadits palsu dan
batil (yang termaktub di dalamnya), juga hadits-hadits mauquf (ucapan
shahabat atau tabi’in) yang dijadikan sebagai hadits marfu’ (ucapan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Semua itu dinukil oleh
penulisnya dari referensinya, meskipun bukan dia yang memalsukannya. Dan
(sama sekali) tidak dibenarkan mendekatkan diri (kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala) dengan hadits yang palsu, serta tidak boleh tertipu dengan
ucapan yang didustakan (atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam).”
2- Imam Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid
Ath-Thurthuusyi berkata, “…Kemudian al-Ghazali memenuhi kitab ini dengan
kedustaan atas (nama) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan
aku tidak mengetahui sebuah kitab di atas permukaan hamparan bumi ini
yang lebih banyak (berisi) kedustaan atas (nama) Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melebihi kitab ini.” (Dinukil oleh Imam Adz-Dzahabi
dalam kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/495).
3- Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata, “Dalam kitab ini terdapat hadits-hadits dan
riwayat-riwayat yang lemah bahkan banyak hadits yang palsu. Juga
terdapat banyak kebatilan dan kebohongan orang-orang ahli Tasawwuf.”
(Kitab Majmu’ul Fataawa, 10/552).
4- Imam Adz-Dzahabi berkata,
“Adapun kitab Ihya’ Ulumiddin, maka di dalamnya terdapat sejumlah
(besar) hadits-hadits yang batil (palsu).” (Kitab Siyaru A’laamin
Nubala’, 19/339).
5- Imam Ibnu Katsir berkata, “…Akan tetapi di
dalam kitab ini banyak terdapat hadits-hadits yang asing, mungkar dan
palsu.” (Kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, 12/174).
6- Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata, “Betapa banyak kitab Ihya’
Ulumiddin memuat hadits-hadits (palsu) yang oleh penulisnya dipastikan
penisbatannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal
Imam Al-Iraqi dan para ulama lainnya menegaskan bahwa hadits-hadits
tersebut tidak ada asalnya (hadist palsu).” (Kitab Silsilatul
Ahaadiitsidh Sha’iifah wal Maudhuu’ah, 1/60).
7- Bahkan, Imam
As-Subki mengumpulkan hadits-hadits dalam kitab Ihya’ Ulumiddin yang
tidak ada asalnya (palsu), dan setelah dihitung semuanya berjumlah 923
hadits (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287).
Beberapa contoh hadits palsu dan lemah yang dimuat dalam kitab ini
1. Hadits, “Percakapan dalam masjid akan memakan/ menghapus (pahala)
kebaikan seperti binatang ternak yang memakan rumput.” (Kitab Ihya’
‘Ulumiddin, 1/152, cet. Darul Ma’rifah, Beirut).
Hadits ini
dihukumi oleh Imam Al-‘Iraqi, As-Subki dan Syaikh al-Albani sebagai
hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits (lihat
kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, 1/60).
2. Hadits, “Taufik yang sedikit lebih baik dari ilmu yang banyak.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/31).
Hadits ini juga dihukumi oleh para ulama di atas sebagai sebagai hadits
palsu yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil
Kubra, 6/287 dan Difaa’un ‘anil Hadiitsin Nabawi, halaman 46).
3. Hadits, “Agama Islam dibangun di atas kebersihan.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/49).
Hadits ini adalah hadits yang palsu, karena dalam sanadnya ada perawi
yang bernama ‘Umar bin Shubh al-Khurasani, Ibnu Hajar berkata tentangnya
(dalam kitab Taqriibut Tahdziib, halaman 414), “Dia adalah perawi yang
matruk (ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah), bahkan (Imam
Ishak) bin Rahuyah mendustakannya.” (Lihat kitab Silsilatul Ahaadiitsidh
Dha’iifah wal Maudhuu’ah, no. 3264).
4. Hadits, “Sesungguhnya
orang yang berilmu akan disiksa (dalam neraka) dengan siksaan yang akan
membuat sempit (susah) penduduk nereka.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/60).
Hadits ini dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada
asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287).
5. Hadits, “Seburuk-buruk ulama adalah yang selalu mendatangi para
penguasa/ pemerintah dan sebaik-sebaik penguasa adalah yang selalu
mendatangi para ulama.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/68).
Hadits
ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada
asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/288).
6. Hadits, “Barangsiapa yang berkata, ‘Aku adalah seorang mukmin’, maka
dia kafir, dan barangsiapa yang berkata, ‘Aku adalah orang yang
berilmu’, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh).” (Kitab Ihya’
‘Ulumiddin, 1/125).
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki
sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy
Syaafi’iyyatil Kubra, 6/289) dan dinyatakan lemah oleh Imam As-Sakhawi
(lihat kitab Al-Maqaashidul Hasanah, halaman 663).
7. Hadits,
“Seorang hamba tidak akan mendapatkan (keutamaan) dari shalatnya,
kecuali apa yang dipahaminya dari shalatnya.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin,
1/159).
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai
hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil
Kubra, 6/289).
8. Hadits, “Sesuatu yang pertama kali Allah ciptakan adalah akal…” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/83 dan 3/4).
Hadits ini dihukumi oleh Imam Adz-Dzahabi dan Syaikh al-Albani sebagai
hadits yang batil dan palsu (lihat kitab Lisaanul Miizaan, 4/314 dan
Takhriiju Ahaadiitsil Misykaah, no. 5064).
9. Hadits,
“Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah
akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” (Kitab IIhya’
‘Ulumiddin, 1/71, 3/13 dan 3/23).
Hadits ini dihukumi oleh
Syaikh Al-Albani sebagai hadits yang palsu (kitab Silsilatul
Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, no. 422).
10. Hadits,
“Wahai manusia, pahamilah (dengan akal) dari Rabb-mu dan saling
berwasiatlah dengan akal.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/202).
Hadits ini adalah hadits palsu, diriwayatkan oleh Dawud bin al-Muhabbar
dalam kitab Al-Aql, yang dikatatakan oleh Ibnu Hajar, “Dia adalah perawi
yang matruk (ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah) dan kitab
Al-Aql yang ditulisnya mayoritas berisi hadits-hadits yang palsu.”
(Dalam kitab Taqriibut Tahdziib, halaman 200).
11. Hadits tentang shalat ar-Ragaaib di bulan Rajab (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/83).
Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Imam Al-‘Iraqi (lihat
takhrij beliau di catatan kaki kitab tersebut, 2/366, cet. Dar
Asy-Syi’ab, Kairo).
Penutup
Dengan uraian ringkas
tentang kitab Ihya’ ‘Ulumiddin di atas, jelaslah bagi kita kandungan
buruk dan penyimpangan yang terdapat di dalamnya. Maka, seorang muslim
yang menginginkan kebaikan dan keselamatan dalam agama dan imannya,
hendaknya menjauhkan diri dari membaca buku-buku yang mengajarkan
kesesatan seperti ini. Renungkanlah nasihat emas dari Imam Adz-Dzahabi
ketika beliau mengkritik kitab Ihya’ ‘Ulumiddin dan kitab-kitab lain
semisalnya yang memuat kesesatan dan penyimpangan, karena tidak
mencukupkan diri dengan petunjuk Alquran dan hadits-hadits shahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar.
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin di dalamnya terdapat
sejumlah (besar) hadits-hadits yang batil (palsu) dan banyak kebaikannya
kalau saja kitab itu tidak memuat adab, ritual dan kezuhudan (model)
orang-orang (yang mengaku) ahli hikmah dan ahli Tasawwuf yang
menyimpang, kita memohon kepada Allah (dianugerahkan) ilmu yang
bermanfaat. Tahukah kamu apakah ilmu yang bermanfaat itu? Yaitu ilmu
bersumber dari Alquran dan dijabarkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam ucapan dan perbuatan (beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam), serta tidak ada larangan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak menyukai sunnah/ petunjukku, maka dia bukan
termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (1401).
Maka, wajib bagimu wahai saudaraku untuk men-tadabbur-i (mempelajari
dan merenungkan) Alquran, serta membaca dengan seksama (hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam Ash-Shahiihain (Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim), Sunan An-Nasa’i, Riyadhus Shalihin dan
Al-Azkar tulisan Imam An-Nawawi, (maka dengan itu) kamu akan beruntung
dan sukses (meraih ilmu yang bermanfaat). Dan jauhilah pemikiran
orang-orang Tasawwuf dan filsafat, ritual-ritual ahli riyadhah
(ibadah-ibadah khusus ahli Tasawwuf), dan kelaparan (yang dipaksakan)
oleh para pendeta, serta igauan tokoh-tokoh ahli khalwat (menyepi/
bersemedi yang mereka anggap sebagai ibadah). Maka, semua kebaikan
adalah dengan mengikuti agama (Islam) yang hanif (lurus/ cenderung
kepada tauhid) dan mudah (agama yang dibawa dan dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Maka, kepada Allah-lah kita
memohon pertolongan, ya Allah, tunjukkanlah kepada kami jalan-Mu yang
lurus.” (Kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/339-340).
Ditulis oleh: أُسْتَاذُ Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA - حفظه الله تعالى
♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar