Islam Anti Politik, Benarkah ? (Klarifikasi)
Oleh: أُسْتَاذُ DR. Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Akhir-akhir ini dengan sengaja saya sering mengangkat masalah-masalah yang berbau politik, dan black campaign (kampanye hitam) terhadap salah seorang capres di halaman facebook saya.
Beragam komentar dan sikap yang bermunculan melihat dan membaca status status saya. Ada yang berhusnuzzan, ada yang menerima dan ada pula yang bersuuzzon dan bahkan memaki. Banyak pengunjung halaman saya yang mendesak agar saya membuat klarifikasi, ada pula yang melontarkan sanggahan, dan ada pula yang beranggapan bahwa halaman saya telah dihack oleh dedemit maya.
Berbagai sikap dan tanggapan itu saya anggap wajar, karena itu adalah bagian dari dinamika kehidupan dunia, pro dan kontra. Dahulu sebagian orang bijak berpetuah:
رضا الناس غاية لا تدرك
“Kepuasan semua orang adalah satu cita-cita yang mustahil dapat anda gapai.”
Sengaja saya memilih untuk diam, dan menunggu waktu yang tepat untuk memberi klarifikasi dan penjelasan masalah ini, dengan mempertimbangkan beberapa alasan berikut:
1. Kebanyakan orang terbiasa untuk menolak atau mengkritisi atau paling kurang mewaspadai hal-hal baru, walau pada akhirnya terbukti bahwa hal tersebut benar dan baik. Dengan menunda, saya bertujuan meminimalisasi debat kusir dengan orang-orang yang kurang berkompeten, atau orang-orang yang asal berkomentar tanpa pikir panjang. Saya juga bertujuan agar sebagian dari saudara saya yang pro atau kontra kembali mempelajari masalah ini lebih mendalam, dengan demikian semakin banyak dari saudara kita yang memahami masalah ini secara komprehensif.
وكم من عائب قولا صحيحا …….. وآفاته الفهم السقيم
“Betapa banyak orang yang mencela satu ucapan yang benar dan terbukti latar belakangnya adalah kesalah pahamannya sendiri.”
2. Memberi ruang kepada berbagai pihak yang pro dan kontra untuk saling berdiskusi, sehingga nuansa keilmuan menggeliat.
3. Adanya satu kondisi beragama yang kurang sehat yang menyelimuti sebagian kita. Secara perlahan namun pasti, kondisi ini telah melahirkan sikap kultus kepada sebagian figur. Sehingga sebagian kita terbelenggu dengan beberapa ungkapan ceroboh sebagian figur, tanpa ada kesiapan untuk mengkaji ulang apalagi menerima perbedaan.
Dengan menunda klarifikasi, saya ingin memberi ruang kepada saudara saudara kita yang terlanjur terbelenggu dengan kultus untuk sedikit berpikir dan menerima kenyataan bahwa setiap manusia, sampaipun seorang ustadz senior juga dapat salah atau paling kurang salah paham demikian juga halnya dengan selain mereka .
Terlebih kita semua telah mengetahui bahwa dalam masalah ini para ulama’ telah berfatwa, dan pada kenyataannya terjadi perbedaan pendapat. Masing-masing ulama’ dalam fatwanya mengutarakan dalil dan alasannya. Dan sudah barang tentu setiap ulama’ berusaha menyuguhkan fatwanya semaksimal mungkin agar nampak sisi kekuatan fatwanya.
Namun demikian, di tengah-tengah kita bermunculan sikap-sikap yang beraneka ragam dalam menyikapi perbedaan ini, seakan masalah ini adalah masalah yang disepakati.
Dahulu Qatadah As Sadusi berkata:
مَن لم يعرف الاختلاف لم يشم رائحة الفقه بأنفه
“Orang yang belum kuasa memahami perselisihan pendapat, maka itu indikasi bahwa ia belum mampu mencium aroma ilmu fiqih.”
4. Melatih diri sendiri untuk dapat lebih bijak ketika berhadapan dengan umpatan orang yang benci dan hujatan orang yang berbeda sikap atau pendapat. Kesiapan mental untuk menghadapi kondisi semacam ini sangat penting bagi seorang juru dakwah, karena makian dan umpatan pasti akan terjadi, bisa banyak dan juga bisa sedikit. Allah Ta’ala berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ)
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Maidah 54)
Saudaraku! Menurut hemat saya, sebenarnya sangat naif bila orang sekelas saya membicarakan masalah ini, terlebih kita semua telah mengetahui bahwa para ulama’ yang berkompeten telah berfatwa sebagaimana yang telah saya unggah pada beberapa waktu lalu.
Namun demikian, saya terpaksa menulis klarifikasi ini agar saudara sekalian memahami alasan dan harapan saya dari status status saya di facebook akhir-akhir ini. Dan untuk memudahkan, maka alasan-alasan tersebut saya rangkumkan pada beberapa poin berikut:
1. Alasan pertama: Setiap kaum biasanya memiliki generasi penerus. (لكل قوم وارث)
Dalam lembaran sejarah bangsa kita, tercatat satu ide gagasan buruk yang atas izin dan karunia Allah menemui kegagalan. Ide itu ialah ide mengawinkan paksa antara Nasionalisme, komunisme dan agama.
Sejatinya antara nasionalisme dan agama sangat mungkin untuk disandingkan tanpa ada masalah berarti yang perlu dikawatirkan. Masalah besar justru datang dari unsur komunisme yang pada dasarnya bersebrangan dengan unsur agama, bak timur dan barat, sehingga mustahil dapat disandingkan apalagi disatukan.
Walaupun ide ini menemui kegagalan, namun tetap saja tidak dapat dihapuskan dari lembaran sejarah. Sangat dimungkinkan pengagum ide ini secara perlahan dan bertahap berusaha untuk mencoba ulang menyuarakan atau menyuguhkannya ke masyarakat, tentunya dengan baju dan kemasan baru.
Dalam pepatah arab dinyatakan :
(لكل قوم وارث)
Setiap kaum itu pastilah memiliki generasi penerus.
Kekawatiran ini saya rasa sangat wajar, mengingat paham komunis hingga saat ini masih eksis dan bahkan masih secara resmi menjadi landasan beberapa negara besar. Sudah barang tentu mereka berkepentingan untuk menyebarkan paham mereka ke negara-negara lain.
2- Alasan Kedua: Tidak ingin terperosok dua atau bahkan tiga kali pada satu lubang yang sama.
Masa lalu adalah cermin dan bekal bagi kita untuk menghadapi hari esok. Sengsara dan merugi orang yang mengabaikan masa lalunya dan menutup mata dari segala pelajaran penting dalam sejarah hidupnya. Karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Orang yang beriman tidak pantas untuk tersengat sebanyak dua kali di satu lubang.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Dalam sejarah perjalanan negri ini, telah berlalu beberapa pemimpin, ada dari kalangan militer dan ada dari kalangan sipil. Namun demikian, sepatutnya kita semua cerdik, sehingga mampu menimbang sisi kebaikan dan keburukan setiap pemimpin yang telah berlalu.
Sebagaimana berbagai pergolakan yang berdampak pada hilangnya stabilitas ekonomi, keamanan, sosial dan lainnya juga pernah menodai lembaran sejarah negri ini. Penjarahan kekayaaan dan sumber daya alam negri ini juga terus berlangsung, hutan digunduli, aset-aset negara dikuras bahkan dijual dengan murah kepada asing, moral bangsa kita dihancurkan melalui berbagai program kemaksiatan, semisal “goyang ngebor” dan lainnya. Politikus-politikus hitam selalu gigih menghadang setiap program yang berbau islam, dan masih banyak lagi.
Akankah, semua sejarah kelam dan pilu di atas belalu begitu saja tanpa ada pelajaran yang dapat kita petik, sehingga tidak terulang kembali di hari esok?
3. Alasan Ketiga: Harimau Ompong Dan Bisu.
Diantara fakta yang sepatutnya kita cermati dari kehidupan negara kita ialah fenomena “harimau ompong dan bisu”. Negara kita dikondisikan agar menjadi negara yang tidak dapat bersuara karena semua media diswastakan dan sahamnya diperjual-belikan dengan bebas sehingga siapapun dapat dapat diatur oleh siapapun yang berduit. Dengan demikian, media –media yang ada bukan lagi menjadi partner pemerintah dalam membangun masyarakat, namun kini hobinya mengkambing hitamkan pemerintah. Sisi sisi positif pemerintah selalu diabaikan sedangkan keburukan bahkan “baru diduga sebagai keburukan” telah menjadi berita yang disuguhkan kepada semua masyarakat. Akibatnya masarakat resah dan selalu resah oleh media-media komersial tersebut.
Sebagaimana, pemerintah kita dijauhkan dari militer, yang merupakan simbol kekuatan suatu pemerintah. Propaganda demi propaganda terus disuarakan bahwa militer adalah satu bagian yang terpisah dari dunia politik, terutama dalam negri.
Sobat, saya tidak ingin berdebat kusir dengan anda masalah ini, namun izinkan saya membuat satu ilustrasi sederhana: bila dalam rumah tangga anda, istri dan anak anda tidak lagi segan kepada anda, karena tidak ada yang ditakuti, mereka punya penghasilan sendiri dan anda dalam kondisi lemah karena sakit-sakitan, akankah anda mampu menguasai mereka? Ataukah anda yang akan dikuasai dan diatur atur oleh mereka?
Di sisi lain, industri strategis kita diupayakan untuk dihancurkan agar negara kita senantiasa bergantung dan bahkan mengemis kepada negara negara kafir barat, sehingga bisa ditekan dan didekte.
Kondisi negri kita benar-benar sedang diupayakan untuk menjadi “harimau ompong dan bisu”, tidak punya taring dan kuku bahkan tidak lagi bisa mengaum, sehingga tidak ada yang perlu ditakuti atau disegani.
Dalam islam, satu pemerintahan yang bagus pastilah pemerintahan yang mampu mengendalikan rakyatnya dan juga disegani oleh rakyatnya. Karena anda pasti menyadari bahwa tidak semua rakyat baik, betapa banyak dari rakyat yang berniat buruk dan bahkan telah menjadi bagian dari mata rantai pengkhianat. Karena itu bila pemerintah tidak disegani karena lemah bak “ngidak tembelek ora penyek” maka kelompok masyarakat yang buruk ini pasti dengan leluasa melancarkan keinginannya, premanisme merajalela, perampokan dan pembunuhan pun menjamur.
Dahulu Khalifah Umar bin Al Khatthab menegaskan;
لما يزع الله بالسلطان أعظم مما يزع بالقرآن
“Sungguh orang-orang yang Allah halangi dari berbuat dosa berkat peran pemerintah lebih banyak dibanding yang terhalangi dari berbuat dosa karena sadar setelah membaca Al Qur’an.” (Tarikh Baghdad 4/107)
Fakta membuktikan kebenaran pernyataan khalifah Umar bin Al Khatthab di atas, betapa banyak orang yang takut berbuat buruk karena kawatir ketahuan oleh pemerintah. Sedangkan orang benar-benar sadar dan dilandasi oleh keimanan untuk tidak berbuat buruk sangatlah sedikit. Karena itu terlalu banyak orang yang tidak berbuat maksiat karena faktor belum ada peluang bukan karena takut kepada Allah Azza wa jalla.
Fakta ini menuntut adanya pemimpin yang tegas, kuat dan berwibawa, sehingga dapat membawa kita ke jalan kebaikan dan menjauhkan kita semua dari jalan kehancuran.
4) Alasan keempat. : Sekte-sekte sesat telah merapatkan barisan.
Perkembangan dakwah di negri kita begitu memprihatinkan, berbagai sekte sesat dengan leluasa mengajarkan kesesatannya. Bahkan dalam berbagai kesempatan melakukan tindakan anarkis, semisal yang dilakukan oleh sekte sekte syi’ah di Sampang, Jember, dan lainnya. Dan telah diketahui bersama kemanakah sekte sekte sesat tersebut berlabuh? Mereka mendukung dan masuk ke dalam barisan salah satu kubu yang saat ini akan bertarung memperebutkan kursi pemimpin negri kita tercinta ini.
Kondisi ini tentu memprihatinkan setiap muslim yang sayang kepada agama dan masa depan ummatnya.
Karena itu, menjadi tanggung jaab kita bersama untuk mencegah langkah sekte-sekte sesat tersebut, dengan mendukung calon yang menjadi kompetitor mereka. Walaupun sepenuhnya saya menyadari bahwa memberikan dukungan kepada calon yang lain juga belum tentu jaminan bahwa pemimpin yang terpilih akan berpihak sepenuhnya kepada Islam dan ummat Islam.
Keyakinan saya, walaupun tidak beruntung namun saya juga tidak ingin merugi. Walau belum tentu kegiatan dakwah islam akan didukung oleh calon yang lain, namun paling kurang kita menggagalkan calon pemimpin yang dibelakangnya berdiri musuh-musuh Islam yang selama ini terbukti mengganggu dan menghadang setiap program yang berbau islam. Semboyan saya: walau tidak untung atau tidak menang namun kita tidak merugi atau tidak kalah.
Ini salah satu pelajaran penting yang saya dapatkan dari kegembiraan Nabi shallallahu alaihi wa sallam atas kemenangan bangsa Romawi yang nota bene sebagai penganut agama samawi melawan bangsa Persia yang nota bene penyembah api. Kisah kemenangan bangsa Romawi para penganut agama samawi atas bangsa Persia penyembah api diabadikan dalam surat Ar Rum.
Pada kisah peperangan kedua negara adi daya ini, walaupun Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak secara langsung mendapatkan keuntungan namun beliau mendapatkan satu kebanggaan bahwa ummat beragama samawi dimenangkan atas ummat yang tidak beragama.
Demikian pula saya pada masalah ini, lebih berbahagia bila pemimpin yang lebih dekat dan juga berkoalisi dengan kelompok yang beragama islam memenangkan kompetisi dan menjadi pemimpin negri ini dibanding pemimpin yang jauh dari agama dan bersahabat dan didukung oleh orang-orang yang jauh dari agama.
Walaupun pada kenyataannya, kita menyaksikan bahwa partai partai islam kini merapatkan barisan bersama calon pemimpin yang lain.
Semoga klarifikasi sederhana ini dapat bermanfaat dan dimaklumi adanya, dan pada akhirnya saya mohon maaf atas segala hal yang kurang berkenan di hati saudaraku semua. Semoga Allah memilihkan pemimpin yang terbaik untuk negri kita tercinta. Amiin.
✽¸.••.¸✽¸••.¸✽¸••.¸✽¸.••.¸✽
Tidak ada komentar:
Posting Komentar