Syarat Mampu dalam Haji
 Oleh: أُسْتَاذُ Muhammad Abduh Tuasikal ST, MSc - حفظه الله تعالى
 
 
Apa syarat seseorang wajib berhaji? Syarat wajib haji tentu saja harus 
mampu, baik dalam bekal maupun dalam hal mampu melakukan perjalanan. 
Yang tidak mampu dalam hal ini, maka tidak terkena wajib haji.
 
 Kembali hadits tentang masalah haji ini kami bawakan dari kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar Al Asqolani, yaitu hadits no. 712 dan 713:
 
 وَعَنْ أَنَسٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – قِيلَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ, مَا
 اَلسَّبِيلُ? قَالَ: ” اَلزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ ” – رَوَاهُ 
اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ, وَالرَّاجِحُ إِرْسَالُهُ
 
 وَأَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ أَيْضًا, وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ
 
 Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada yang bertanya pada 
Rasulullah , “Wahai Rasulullah, apa itu sabiil (mampu dalam haji)?” 
Jawab beliau, “Mampu dalam hal bekal dan berkendaraan.” Hadits ini 
diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dan dishahihkan oleh Al Hakim. Namun 
yang tepat hadits tersebut mursal. Tirmidzi juga mengeluarkan hadits 
tersebut dari Ibnu ‘Umar dan sanadnya dho’if.
 
 (HR. Ad Daruquthni 2: 216 dan Al Hakim 1: 442).
 
 Kesimpulan dari Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam (5: 
167), tidak shahih sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 
hadits dalam bab ini.
 
 Ada dalil Al Qur’an yang membicarakan masalah syarat mampu dalam haji. Allah Ta’ala berfirman,
 
 وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
 
 “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
 orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali ‘Imran:
 97).
 
 Ayat di atas menunjukkan bahwa mampu merupakan syarat 
wajib haji. Syarat mampu mesti ada karena haji berkaitan dengan ibadah 
yang menempuh perjalanan jauh. Makanya, mampu adalah syarat dalam haji 
sebagaimana jihad.
 
 Namun para ulama berselisih pendapat dalam 
syarat mampu di sini. Mayoritas ulama (baca: jumhur) dari kalangan 
Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hambali berpendapat bahwa yang disebut mampu 
adalah dalam hal bekal dan berkendaraan. Inilah pendapat mayoritas ulama
 salaf. Mereka berdalil dengan hadits yang dibicarakan dalam bab ini 
yang menyebutkan mampu adalah dalam hal bekal dan perjalanan. Mereka 
katakan bahwa meskipun hadits tersebut menuai kritikan namun jika 
dikumpulkan dari berbagai jalan, maka jadilah kuat. Sehingga intinya 
hadits tersebut bolehlah dijadikan hujjah bahwa mampu yang dimaksud 
adalah dalam perihal bekal dan berkendaraan.
 
 Dalam Tafsri Ibnu 
Jarir disebutkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas dengan sanad yang shahih, ia 
berkata mengenai syarat mampu dalam haji yaitu jika seseorang sehat 
fisiknya dan punya harta untuk bekal dan perjalanan tanpa menyusahkan 
diri.
 
 Sedangkan Imam Malik mengatakan bahwa kemampuan dilihat 
dari kemampuan setiap orang. Ada yang mampu dilihat dari bekal dan mampu
 berkendaraan, sedangkan ia tidak mampu berjalan. Ada juga yang mampu 
dengan berjalan dengan kedua kakinya dan tidak berkendaraan. Inilah 
pendapat dari Ibnu Zubair, ‘Atho’, dan jadi pilihan Ibnu Jarir dalam 
tafsirnya. Karena ketika Allah mewajibkan haji cuma disyaratkan 
kemampuan. Mampu di sini bersifat umum. Maka siapa saja yang mampu 
dengan harta atau fisik badan, maka masuk dalam kemampuan secara umum.
 
 Pendapat terakhir inilah yang lebih kuat. Secara alasan, pendapat 
inilah yang lebih tepat karena dilihat dari makna bahasa, sabiil berarti
 jalan. Siapa saja yang mendapati jalan untuk berhaji, tidak ada 
penyakit yang menghalangi, tidak ada kemalasan atau musuh yang 
merintangi, begitu pula tidak lemah untuk berjalan, atau tidak dihalangi
 dari kurangnya perbekalan air atau bekal secara umum, maka ia sudah 
dikenakan kewajiban haji. Jika tidak, maka tidak wajib haji. Wallahu 
a’lam.
 
 Hanya Allah yang memberi taufik.
 
  
 
 Referensi:
 
 Minhatul ‘Allam fii Syarhi Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih 
Al Fauzan, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H, 5: 
166-168.
 
 —
 
 Selesai disusun di tengah malam, Kamis, 13 
Dzulqo’dah 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, 
Panggang-Gunungkidul
◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦◦"̮◦


Tidak ada komentar:
Posting Komentar