Rabu, 13 April 2016

JANJI TEGUH NAN SAKRAL
Oleh: أُسْتَاذُ DR. Syafiq bin Riza bin Hasan bin Abdul Qadir bin Salim Basalamah, MA - حفظه الله تعالى

Perkawinan atau pernikahan bukan hanya sekedar ikatan di atas buku hijau dengan stempel KUA.

Ia bukan hanya ucapan ijab dan qobul antara wali dan mempelai pria plus mahar dan dua saksi. Namun pernikahan adalah mahkota kehormatan yang terjalin di atas perjanjian yang sangat kuat, Allah menyebutnya dengan kalimat "MIITSAAQAN GHALIDHAN".

Penamaan seperti ini telah Allah sebutkan di dalam Al Qur'an sebanyak tiga kali untuk tiga perjanjian yang berbeda, namun semuanya adalah perjanjian-perjanjian yang agung dan luhur.

Yang pertama: perjanjian Allah dengan para utusannya agar mereka menyeru umat manusia kepada tauhid. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا}

"Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari Nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan 'Isa putera Maryam, dan Kami telah memgambil dari mereka per-janjian yang teguh." [QS. Al-Ahzaab: 7]

Yang kedua: perjanjian Allah dengan Bani Israil agar mereka patuh kepada Allah dan menjalankan hukum-hukum Taurat. Allah berfirman:
 وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ بِمِيثَاقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا "Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud", dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. [QS. An-Nisaa': 154]

Yang ketiga: perjanjian yang diambil oleh para perempuan dari suami-suami mereka. Allah jalla jalaluhu berfirman:
 وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
"Dan istri-istri kalian telah mengambil dari kalian suatu perjanjian yang kuat" [QS. An-Nisaa': 21]

Mengenai Mitsaaqan Ghalidhan dijelaskan dalam sebuah kitab, "Yakni mereka telah mengambil perjanjian yang berat yang ditekankan dengan penekanan tambahan, dengannya sulit melanggarnya, seperti sebuah baju yang tebal yang sulit merobeknya." [Mahasin Ta'wil 3/57]

Nabi shallallahu 'alaihi wasalam telah bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ
"Bertaqwalah kepada Allah dalam perkara perempuan-perempuan itu, sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah, dan halal bagi kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah." [HR. Muslim no: 1218]

Akhi..coba renungkanlah betapa agungnya pernikahan. Bagaimana mungkin tidak disebut berpindahnya kepemilikan itu sebagai perjanjian yang teguh dan kuat ketika urusannya adalah berpindahnya surga seseorang kepada orang lain yang tidak pernah punya andil dalam merawat dan membesarkannya.

Orang tuanya telah menyerahkan putrinya kepadamu sepenuhnya..

Padahal, kau tidak pernah turut andil dalam melahirkannya ke dunia ini..

Ibunya selama 9 bulan dengan penuh lemah di atas kelemahannya mengandung istrimu itu..

Kau tidak pernah turut campur dalam memberikan perhatian dan kasih sayang..

Kau juga tidak pernah merasakan suka duka dalam membesarkan perempuan yang sekarang menjadi istrimu..

Tatkala dia sakit, tatkala dia menangis, tatkala ia bersedih, tatkala ia berduka, kau tak pernah hadir pada hari-hari itu..

Kemudian kau datang untuk meminangnya, momen itu adalah peristiwa yang cukup berat bagi orang tuanya..

Anak yang dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang akan dilepas dari dekapan mereka, dikeluarkan dari istana mereka..

Diserahkan kepadamu, yang merekapun tak dapat memastikan, bagaimana kelak hidupnya bersamamu..

Namun karena perintah Ilahi dan amaran Rabbi, dengan segala resiko yang harus diterima, kaupun dinikahkan..

Dengan satu harapan sebagai suami kau dapat menggantikan posisi keduanya, merawat, menjaga, mencintai dan membuatnya bahagia..

Pada hakikatnya kau telah mengambil perjanjian yang akan kau pertanggungjawabkan di dunia sebelum di akhirat..

Bukan sekedar kertas hijau biasa yang dapat kau gandakan di percetakan, dan bisa hilang, terbakar atau kau buang kapan kau bosan dengannya..

MITSAAQAN GHALIDHAN..

■☆□☆■☆□☆■☆□☆■☆□☆■☆□☆■☆□

Kamis, 18 Juni 2015

14 AMALAN YANG KELIRU MENYAMBUT RAMADHAN DAN DI BULAN RAMADHAN


14 AMALAN YANG KELIRU MENYAMBUT RAMADHAN DAN DI BULAN RAMADHAN
Oleh : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin.
1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.
2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan
Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
“Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidak memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam penetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab bathil dan syari’at ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.” (Fathul Baari, 6/156)
4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
5. Melafazhkan Niat “Nawaitu Shouma Ghodin…”
Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawirahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)
6. Membangunkan “Sahur … Sahur”
Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “sahur … sahur ….”baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)
7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ
“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah yang melintang.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih). Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) adalah sejak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamberdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa lama jarak antara sahur dan adzan? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat dekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (sekitar 10 atau 15 menit)
8. Do’a Ketika Berbuka “Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”
Ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).
Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)
9. Dzikir Jama’ah Dengan Dikomandoi dalam Shalat Tarawih dan Shalat Lima Waktu
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karenadzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189)
10. “Ash Sholaatul Jaami’ah…” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Ulama-ulama Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah…” Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9634, Asy Syamilah)
11. Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwahadits ini shahih). Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.
12. Perayaan Nuzulul Qur’an
Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11)
13. Membayar Zakat Fithri dengan Uang
Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammembayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum– akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamyang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211)
14. Tidak Mau Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah
Al Lajnah Ad Da’imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, “Jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1 Syawal), maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya.” (Fatawa no. 388)
Demikian beberapa kesalahan atau kekeliruan di bulan Ramadhan yang mesti kita tinggalkan dan mesti kita menasehati saudara kita yang lain untuk meninggalkannya. Tentu saja nasehat ini dengan lemah lembut dan penuh hikmah.
Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, sifat ‘afaf (menjauhkan diri dari hal yang tidak diperbolehkan) dan memberikan kita kecukupan. Semoga Allah memperbaiki keadaan setiap orang yang membaca risalah ini.
Wa shallallahu wa salaamu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

☆☆☆☆☆

Rabu, 17 Juni 2015

Manfaat & Faedah Berpuasa

Manfaat & Faedah Berpuasa
Oleh : Ustadz Muhammad Sulhan Jauhari, Lc, MHI

(Mukim di Dammam, Saudi Arabia)



Puasa memiliki banyak manfaat dan faedah yang luar biasa, diantaranya:



☆ 1. Merupakan sarana untuk menjadi insan yang bertakwa

☆ 2. Merupakan sarana untuk syukur nikmat

☆ 3. Berpuasa dapat melembutkan tabiat dan meluruskan syahwat

☆ 4. Dapat menjadikan hati sibuk dengan berzikir

☆ 5. Dengan berpuasa, orang kaya akan mengetahui limpahan nikmat Allah atasnya

☆ 6. Puasa merupakan sarana untuk mengatur jiwa agar menjadi lebih baik

☆ 7. Dapat mengurangi dan menghilangkan sifat sombong pada jiwa

☆ 8. Merupakan sebab kasih sayang kepada fakir miskin

☆ 9. Berpuasa berarti menyamai apa yang dirasakan oleh fakir miskin

☆ 10. Berpuasa dapat mempersempit aliran darah sehingga dapat mempersempit jalan setan untuk menggoda

☆ 11. Puasa mengumpulkan tiga macam kesabaran: dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, dalam meninggalkan larangan-larangan-Nya dan dalam menghadapi takdir Allah yang memilukan.

☆ 12. Puasa -dengan izin Allah- menjadikan sehat jiwa dan raga.

☆ 13. Muslim yang berpuasa karena Allah merupakan tanda ketulusan imannya kepada Allah Ta’ala dan tanda tingkat ubudiyyah (penghambaan) yang tinggi darinya kepada-Nya.



Oleh karena itu, hendaknya seorang yang berpuasa ia benar-benar mengharap ridha Allah semata, ikhlas karena-Nya, dan benar-benar meniti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berpuasa.

Dengan demikian, semoga ia mendapatkan keutamaan dan manfaat dari berpuasa.



Semoga Allah memudahkan kita semua untuk berpuasa ikhlas karena-Nya dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya. Aamiin.



[ash-Shiyam fi al-Islam, Sa’id al-Qahthani]



✅ Bagian Indonesia

🏠 ICC DAMMAM KSA

===

📅 [ 30/08/1436 H ]



___

📱 Dipost Ustadz Muhammad Sulhan Jauhari, Lc, MHI -hafizhahullah- tgl 30 Sya'ban 1436 / 17 Juni 2015

💚💚💚💚💚💚

MARHABAN

 MARHABAN
Oleh: Ustadz Djazuli, حفظه الله تعالى

Bismillah,
Saudaraku..
Dalam hitungan jam ke depan إن شاء الله kita akan kembali memasuki bulan Ramadhan.
Suatu hari Nabi صلى الله عليه وسلم pernah keluar menemui para Shahabatnya dan bersabda:
اتاكم شهر مبارك
Telah datang pada kalian bulan yang diberkahi.
(HR.An Nasaa'i no.2106,dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dlm Shahihut Targhib no.999).
Berdasarkan hadits tadi sebagian Ulama (seperti Imam Suyuthi dalam kitabnya "Wushuul Amaanii fii Ushuulit Tahaanii",dan juga Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali-rahimahumallah) berpendapat disunnahkannya untuk memberikan ucapan selamat (tahni'ah) ketika memasuki bulan Ramadhan.
Syaikh 'Ali Hasan Al-Halaby hafizhahullah, mengatakan sebagian 'Ulama lainnya juga membolehkan ucapan:
بارك الله لكم في هذا الشهر
Semoga Allah memberkahi kalian semua di bulan ini.
Oleh karenanya, saya juga ikut berdoa:
بارك الله لنا و لكم في هذا الشهر
Semoga Allah memberkahi kita semua semua di bulan ini
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua dalam menjalankan ibadah di bulan yang mulia ini.
Menjadikan siangnya untuk puasa, malamnya untuk Qiyamul lail, membaca Al Qur'an, shadaqah dan juga yang lainnya..
Allahumma Aamiin
Sumber:
(Ceramah Syaikh 'Ali Hasan Al-Halaby yang berjudul "Min Fiqhis Shiyaam").
بارك الله لنا و لكم في هذا الشهر
Semoga Allah memberkahi kita semua semua di bulan ini.

MUTIARA NASEHAT jelang RAMADHAN

MUTIARA NASEHAT
jelang
RAMADHAN

Bacalah al Qur'an...
walaupun satu hari hanya mendapatkan satu juz...
Kalau tidak sanggup,
maka bacalah walaupun satu hari mendapatkan setengah juz...
Kalau tidak sanggup pula,
maka bacalah walaupun satu hari hanya satu lembar saja...
Kalau tidak sanggup,
maka bacalah satu hari walaupun mendapatkan satu ayat...
Kalau tidak sanggup juga,
membaca satu ayat satu hari...
maka tengoklah al Qur'an sehari walaupun hanya satu kali...
sentuhlah al Qur'an... dan peganglah... walaupun kita tak sanggup membacanya...
sambil kita berkata dalam hati kita...
kita katakan :
" YA ALLAH DOSA APA YANG TELAH AKU LAKUKAN SEHINGGA AKU TIDAK SANGGUP MEMBUKA LEMBARAN AYAT-AYATMU... TIDAK SANGGUP LISANKU MEMBACA AYAT-AYATMU..."
Maka dengan demikian
in syaa Allah, Allah akan berikan hidayah kepada kita tentang pentingnya kita mempelajari al Qur'an...
Semoga bermanfaat..!
با رك الله فيكم
***
Penulis Ustadz Abu
Unais Ali Subbana
حفظه الله تعالى
⌣̊┈»̶·̵̭̌✽·̵̭̌«̶┈⌣̊

Minggu, 14 Juni 2015

RAHASIAKANLAH Rencana Anda

 RAHASIAKANLAH Rencana Anda
✏ Oleh Ustadz Musyafa Ad Dariny, MA حفظه الله تعالى

Rahasiakanlah rencana Anda, agar anda sukses dalam menggapainya.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
ﺍﺳﺘﻌﻴﻨﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺇﻧﺠﺎﺡ ﺍﻟﺤﻮﺍﺋﺞ
ﺑﺎﻟﻜﺘﻤﺎﻥ ، ﻓﺈﻥ ﻛﻞ ﺫﻱ ﻧﻌﻤﺔ ﻣﺤﺴﻮﺩ
“Bantulah KESUKSESAN hajat-hajat kalian dengan MERAHASIAKANNYA, karena setiap orang yang memiliki nikmat itu akan menjadi
sasaran HASAD orang lain.
[Silsilah Shohihah: 1453]

Oleh karena itulah, seringkali rencana kita gagal atau mengalami banyak hambatan
ketika beritanya mulai tersebar.
ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

¤¤(*)¤¤

Hakikat ilmu

 Hakikat ilmu
✏ Oleh Ustadz Abu Riyadl Nurcholis Majid, Lc حفظه الله تعالى

Dalam kitab shohih bukhori dan muslim diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Nabi shalallahu alaihiwasalam bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu itu sendiri dari dalam diri manusia, tetapi pencabutan-Nya dengan mematikan para ulama. Dan jika tidak tersisa seorang alim pun, maka manusia akan mengangkat para pemimpin yang sangat bodoh, lantas mereka ditanyai lalu memberi fatwa tanpa dasar ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”

‘Ubadah bin ash-Shamit pernah ditanya mengenai makna hadits tersebut ia berkata, “Kalau aku berkehendak, niscaya aku akan memberitahukanmu mengenai ilmu yang pertamakali akan lenyap dari diri manusia: yaitu kekhusyu’an.”

Sesungguhnya alasan mengapa ‘Ubadah mengatakan hal tersebut, karena ilmu itu ada dua macam:
salah satunya ialah ilmu yang hasilnya bisa dirasakan dalam hati manusia, yaitu mengetahui tentang Allah azzawajalla sehingga menumbuhkan rasa takut dan harap serta cinta kpdNya, dari sisi nama-nama-Nya, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang bisa menjadikan seseorang khusyu’ kepada-Nya, merasa takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya, mencintai-Nya, berharap kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya, dan inilah yang disebut sebagai ilmu yang bermanfaat, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya ada beberapa kaum yang membaca al-Qur-an, bacaan mereka tidak melewati kerongkongan mereka, namun bila bisa merasuk ke dalam hati maka akan terpatri dan bermanfaat bagi pemiliknya.”

Adapun ilmu yg kedua adalah ilmu yang ada dilisan dalam berdalil dan berhujjah.

Al-Hasan [al-Bashri] rohimahullah berkata :“Ilmu itu ada dua macam: Ilmu yang ada pada lisan dan ilmu yang ada pada hati. Ilmu yang merasuk ke dalam hati adalah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu yang hanya sebatas pada lisan kelak anak Adam tersebut akan di mintai pertanggung jawabannya.

Wallahu a'lam bishowab.

¤¤(*)¤¤