Senin, 02 Desember 2013

Warna warni Riya

Warna warni Riya.

Syirik Kecil, Riya’

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِى النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمُ ، اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِى الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً.
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah syirik kecil”. Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’, kelak di hari kiamat ketika amalan manusia diberi balasan, Allah ‘Azza wa Jalla akan mengatakan kepada mereka (yang berbuat riya’’), “Pergilah kepada orang yang kamu harapkan pujiannya sewaktu di dunia dan lihatlah apakah kamu mendapati pahala dari mereka?” (HR Ahmad).[1]

Sesungguhnya riya’ adalah penyakit yang sangat berbahaya yang berasal dari kurangnya ketauhidan hamba kepada Allah Ta’ala, di antara bahaya riya’ adalah:

Riya’ membatalkan amalan seorang hamba, Allah Ta’ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَىكَالّ َذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَىْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Riya’ adalah sifat orang munafik sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَاقَامُوا إِلَى الصَّلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَآءُونَ النَّاسَ وَلاَيَذْكُرُون َ اللهَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malasnya, mereka riya’ kepada manusia dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit saja”. (An Nisaa : 142)

Pelaku riya’ adalah yang pertama kali dilemparkan ke dalam api Neraka
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ.
“Sesungguhnya orang yang pertama kali diadzab pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid, lalu ia didatangkan menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan nikmat-Nya kepadanya dan ia pun mengakuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apa yang engkau amalkan dengan nikmat tersebut?” Ia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Kamu dusta, akan tetapi kamu berperang agar disebut pemberani dan kamu telah disebut demikian.” Lalu orang itu diperintahkan agar diseret pada wajahnya sampai dilemparkan ke dalam api Neraka. Dan orang yang (kedua) mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta membaca Alquran, ia didatangkan menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkakan nikmat-Nya kepadanya dan ia pun mengakuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apa yang engkau amalkan dengan nikmat tersbebut?” Ia menjawab, “Aku mempelajari ilmu dan membaca Alquran karena Engkau.” Allah berfirman, “Kamu dusta, akan tetapi kamu mempelajari ilmu agar disebut ulama dan membaca Alquran agar disebut qori dan kamu telah disebut demikian.” Lalu orang itu diperintahkan agar diseret pada wajahnya sampai dilemparkan ke dalam api Neraka. Dan orang yang (ketiga) Allah Subahanahu wa Ta’ala luaskan rezekinya dan diberi segala macam harta lalu ia didatangkan menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan nikmat-Nya kepadanya dan ia pun mengakuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apa yang engkau amalkan dengannya?” Ia menjawab, “Tidak ada satupun jalan yang Engkau sukai untuk diinfakkan pada jalan tersebut, kecuali aku telah menginfakkannya karena Engkau.” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu dusta, akan tetapi kamu berbuat demikian agar disebut dermawan dan kamu telah disebut demikian.” Lalu orang itu diperintahkan agar diseret pada wajahnya sampai dilemparkan ke dalam api Neraka.” (HR Muslim).[2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berlepas diri dari pelaku riya’
Dalam hadis qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Aku paling tidak membutuhkan sekutu, barang siapa yang mempersekutukan -Ku dengan yang lain, Aku akan tinggalkan ia dan kesyirikannya.” (HR Muslim).[3]

Lebih ditakutkan dari Al-Masih Dajjal.
Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu’anh u berkata,

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui kami, pada saat itu kami sedang memperbincangka n Al-Masih Dajjal, beliau bersabda, “Maukah aku kabarkan kepadamu yang lebih aku takutkan untuk menimpamu dari Al-Masih Dajjal?” kami menjawab, “Mau.” Beliau bersabda, “Syirik kecil yaitu seseorang berdiri shalat lalu ia memperbagus shalatnya karena ada orang yang memperhatikanny a.” (HR Ibnu majah).[4]

Warna-Warni Riya’
Riya’ mempunyai warna-warni yang berbeda karena kelincahan setan dalam menggoda manusia. Apalagi terhadap orang yang diberikan kelebihan, baik dalam ilmu, ibadah, kemerduan suara, dan lain sebagainya. Riya’ masuk dalam berbagai macam sisi kehidupan, dalam lapangan ilmu misalnya setan berusaha menggoda manusia agar jatuh ke dalam riya’, di antara fenomena riya’ dalam lapangan ilmu:

Terlalu berani berfatwa dan tergesa-gesa untuk mengajar
Sifat ini adalah akibat cinta ketenaran dan ingin disebut sebagai ‘alim ulama, sehingga ia amat berani berfatwa karena takut dikatakan ‘tidak tahu’. Padahal para ulama terdahulu, rasa takut mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mengalahkan rasa takutnya untuk dikatakan ‘tidak tahu’.

Abu Dawud berkata, “Tak terhitung jumlahnya aku mendengar Imam Ahmad ditanya tentang permasalahan yang masih diperselisihkan , beliau berkata, “Aku tidak tahu.” Imam Ahmad berkata, “Aku tidak pernah melihat fatwa yang lebih bagus dari fatwa Sufyan bin ‘Uyainah, ia amat ringan untuk berkata, “Tidak tahu.”

Ibnu Qayyim berkata, “Para ulama salaf dari kalangan shahabat dan tabi’in tidak suka tergesa-gesa dalam berfatwa, mereka berharap agar saudaranyalah yang menjawabnya, dan bila ia melihat sudah menjadi keharusan baginya, maka ia mengeluarkan semua kesungguhannya untuk mengetahui hukumnya dari Alquran dan sunah atau pendapat khulafa ar-rasyidin, kemudian ia berfatwa.”[5]

Doktor Nashir Al-‘Aql berkata, “Di antara kesalahan yang harus diperingatkan dalam masalah fiqih adalah memisahkan dakwah dari ilmu. Ini lebih banyak ditemukan pada pemuda mereka berkata, “Berdakwah berbeda dengan menuntut ilmu.” Oleh karena itu, kita dapati para pemuda sangat memperhatikan amaliyah dakwah, bahkan memberikan semua kesungguhannya, akan tetapi ia sangat sedikit dalam menghasilkan ilmu syar’iat, padahal kebalikannya itulah yang benar. Hendaklah ia menuntut ilmu dan ber-tafaqquh dalam agama, memperoleh ilmu-ilmu syariat, kemudian baru ia berdakwah…” (Al-Fiqhu Fiddiin, Hal. 58)

Sibuk dengan ilmu yang bersifat fardhu kifayah dan meninggalkan yang fardhu ‘ain
Ia sibuk memperdalam ilmu-ilmu qira’at dan makhrajnya, namun meninggalkan yang lebih utama darinya, yaitu mentadabburi makna-maknanya. Ia memperdalam permasalahan-pe rmasalahan fiqih yang amat pelik namun meninggalkan ilmu tauhid dan ikhlas. Namun bukan berarti kita berburuk sangka kepada mereka, akan tetapi perbuatan tersebut termasuk langkah-langkah setan dalam menggoda manusia.

Suka berdebat dan bertengkar dalam agama
Sifat ini digemari oleh orang-orang yang terfitnah oleh popularitas, dan ingin mengalahkan saingannya dengan memperlihatkan kehebatannya. Ini adalah tanda yang tidak baik, Imam Al-Auza’i berkata, “Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan keburukan kepada suatu kaum, Allah Subhanahu wa Ta’ala bukakan kepada mereka pintu jidal (perdebatan), dan menutup untuknya pintu amal.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ في رَبَضِ الْجَنّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقاّ..

“Aku menjamin dengan rumah di pinggir surga, untuk orang yang meninggalkan mira’ (debat kusir), walaupun ia di pihak yang benar..” (HR Abu Dawud)[6]

Para ulama salaf terdahulu berdebat bila dalam keadaan terpaksa saja. Adanya orang-orang yang tergelincir dalam masalah ini adalah karena niat yang tidak baik, padahal para ulama salaf lebih memperhatikan amal dari berbicara. Adapun sekarang, banyak dari kita yang lebih banyak memperhatikan berbicara karena ingin dianggap unggul. Allahul musta’an.

Marah bila dikritik dan bersikap dingin kepada orang yang menyelisihinya serta berbangga dengan banyaknya pengikut
Ini akibat tidak keikhlasannya dalam menuntut ilmu dan berdakwah, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Tanda orang yang ikhlas, yang terkadang tak terasa masih menyukai ketenaran, adalah bila ia diingatkan tentang hal itu, hatinya tidak merasa panas, dan tidak membebaskan diri darinya, namun ia mengakuinya dan berkata: “Semoga Allah merahmati orang yang mengingatkan aibku.” Ia tidak berbangga dengan dirinya, dan penyakit yang berat adalah bila ia tidak merasakan aibnya tersebut.”[7]

Betapa indahnya perkataan beliau ini, amat layak untuk ditulis dengan tinta emas dan menjadi renungan kita bersama.

Al-Fudlail bin ‘Iyadl berkata (Kepada dirinya), “Wahai, kasihannya engkau, engkau berbuat buruk tetapi engkau merasa berbuat baik, engkau tidak tahu tetapi merasa selevel dengan ulama, engkau kikir tetapi merasa dermawan, engkau pandir tetapi merasa pintar dan berakal, ajalmu pendek namun angan-anganmu panjang.”[8]

Saudaraku, terkadang banyaknya pengikut membuat kita tertipu dan menjadikan seorang da’I berbangga. Bila yang hadir di majlis taklimnya banyak, ia senang, namun bila yang hadir sedikit, ia bersedih dan ciut hatinya, tanda apakah ini ya akhi..?!

Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata, “Aku mempunyai majlis (ta’lim) di Masjid Jami’ setiap hari Jumat. Apabila yang hadir banyak, aku merasa senang. Dan apabila yang hadir sedikit, aku merasa sedih. Lalu aku tanyakan kepada Bisyir bin Manshur, ia menjawab, ‘Itu majlis yang buruk, jangan kamu kembali kepadanya.’” Aku pun tidak lagi kembali kepadanya.[9]

Subhanallah!! Betapa ikhlasnya mereka, betapa jauhnya dari cinta popularitas, sedangkan kita?!! entah, wallahu a’lam.


Ditulis oleh: أُسْتَاذُ Abu Yahya Badrusalam, Lc - حفظه الله تعالى


♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷

Tidak ada komentar:

Posting Komentar