Apakah Tazkiyatun Nafs adalah perbuatan Allah Ta’ala atau perbuatan Hamba?
Sesungguhnya para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah Ta’ala:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya”. (QS. asy-Syams:9).
Apakah yang mensucikan dalam ayat ini adalah Allah yang mensucikan hambanya, atau hamba itu yang mensucikan dirinya?
Para ulama dalam penafsiran ayat ini ada dua pendapat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menguatkan pendapat bahwa Tazkiyah dalam ayat ini adalah dari hambanya, dan bahwasanya dialah yang mensucikan dirinya dengan melakukan ketaatan, dan ini sesuai dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya”. (QS. al-A’laa:14).
Maka Tazkiyah di sini adalah dari hamba dengan melakukan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, akan tetapi tidak boleh dilupakan bahwa seorang hamba yang mensucikan dirinya itu atas berkat taufik dan karunia Allah ‘Azza wa Jalla, oleh karena itu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَلَوْ لاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَداً وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmatnya kepadamu, niscaya tidak seorangpun diantara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. an-Nur:21).
Tidak diragukan bahwa seorang hamba memiliki pengaruh dalam mensucikan dirinya, dan itu tidak secara keseluruhan dilakukan oleh dirinya, akan tetapi dengan karunia dari Allah ‘Azza wa Jalla. Kalau bukan karena karunia dan rahmat dari Allah niscaya tidak seorangpun dari hamba-hambanya yang bersih.
Dan ini mengingatkan kita akan masalah yang besar yaitu, bahwa manusia membutuhkan Rabbnya ‘Azza wa Jalla setiap saat untuk mensucikan jiwanya, oleh karena itu ada sebuah hadits:
اَللَّهَّمَ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا
“Ya Allah anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku dan sucikanlah ia, karena Engkaulah sebaik-baik Dzat yang mensucikannya”. (HR. Muslim: 2722).
(Maroji’: Tazkiyatun Nafs, Mafhuumuhaa, wa Marootibuhaa, wa Asbaabuhaa: Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaily, hal: 22-23).
Oleh : أُسْتَاذُ Fuad Hamzah Baraba', Lc - حفظه الله تعالى
»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶

Tidak ada komentar:
Posting Komentar