Sabtu, 30 November 2013

Sifat Tertawa Allah

Sifat Tertawa Allah


Dari Abu Burdah bin Abi Musa, dari bapaknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يتجلى لنا ربنا عز وجل يوم القيامة ضاحكا

“Allah akan memperlihatkan diriNya kepada kita nanti pada hari kiamat sambil tertawa.”

(H.R. Ibnu Huzaimah, Ath-Thabrani, Tamam, dan Ahmad)

Hadits ini memiliki penguat dari hadits riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, pada hadits berikut ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إذا جمع الله الأولى و الأخرى يوم القيامة , جاء الرب تبارك و تعالى إلى المؤمنين ,

فوقف عليهم , و المؤمنون على كوم ( فقالوا لعقبة : ما الكوم ؟ قال : مكان مرتفع )

فيقول : هل تعرفون ربكم ؟ فيقولون : إن عرفنا نفسه عرفناه , ثم

يقول لهم الثانية , فيضحك في وجوههم , فيخرون له سجدا

“Apabila Allah mengumpulkan manusia dari generasi awal sampai generasi akhir nanti di hari kiamat, maka Allah akan datang kepada kaum mukminin, lalu Allah berdiri di antara mereka, sementara kaum mukminin berada di sebuah tempat yang tinggi.

Lalu Allah berfirman, “Apakah kalian mengenal Rabb kalian?” Kaum mukminin menjawab, “Apabila Rabb kami memperkenalkan diriNya kepada kami, kami akan kenal.”

Lalu Allah mengulangi lagi ucapanNya, lalu Allah pun tertawa di hadapan kaum mukminin itu, lalu kaum mukminin pun sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

(H.R. Ibnu Huzaimah)

Hadits ini menunjukkan di antara sifat Allah adalah tertawa.
Tapi ingat, sekali lagi, jangan membayangkan bagaimana tertawanya Allah.
Kenapa demikian?

Karena kita tak pernah bisa memmikirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita ini ibarat orang buta yang selama hidupnya buta kecuali 1 detik bisa melihat, sewaktu bisa melihat, kemudian melihatlah kita kepada kepala ayam, sehingga dalam hidup kita melihat kepala ayam, kalau dikatakan kepada kita tentang kepala kerbau, maka ingatnya kepala ayam.

Allah tidak mungkin serupa dengan makhluknya. Allah Ta’ala berfirman, “ليس كمثله شيء, “Allah tidak serupa dengan apa pun juga.“. Tertawanya Allah sesuai dengan keagungan Allah, kita wajib imani dengan sifat ini.

Hanya orang-orang yang pikirannya rusak saja yang menolak sifat tertawa, dengan mengatakan, “Mana mungkin Allah tertawa, tertawa itu kan sifat makhluk, Allah tidak serupa dengan makhlukNya. Jadi tidak boleh Allah disifati dengan sifat tertawa.”

Maka kita katakan, “Ya Akhi, kita tidak pernah menyerupakan Allah dengan makhluk. Tertawanya Allah tidak serupa dengan (sifat) tertawa (pada) makhlukNya, sebagaimana Mendengarnya Allah tidak serupa dengan (sifat) mendengar (pada) makhlukNya, Melihatnya Allah tidak serupa dengan (sifat) melihat (pada) makhlukNya. Tidak serupa!“

Maka kita tanyakan kepada orang-orang yang mengatakan Allah tidak tertawa itu, “Menurut kalian Allah punya keinginan, tidak?” Jika mereka menjawab, “Ya.” Maka kita katakan, “Bukankah makhluk juga berkeinginan?” Jika mereka menjawab, “Keinginan Allah kan tidak serupa dengan keinginan makhluk.”

Maka kita katakan, “Demikian pula, tertawanya Allah tidak serupa dengan tertawanya makhluk!”
Sebagaimana, “Menurut kamu, Allah berilmu, tidak?” Apabila dijawab, “Ya, berilmu dong!”
Maka kita katakan, “Manusia juga berilmu!” Kemudian apabila dijawab, “Tapi beda dong, ilmu Allah tidak sama dengan ilmu makhluk.”
Kita katakan, “Sama! Tertawanya Allah tidak serupa dengan tertawa makhluk!”

Tetapkan saja sifat tertawa bagi Allah sesuai dengan keagunganNya, tanpa kita menyerupakan bagaimana tertawanya sebagaimana tertawa makhluk.

Tidak boleh juga kita mempertanyakannya, bahkan pula tidak boleh membayangkannya.

*Kajian dari: أُسْتَاذُ Abu Yahya Badrusalam, Lc - حفظه الله تعالى



♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷

Tidak ada komentar:

Posting Komentar