Sabtu, 30 November 2013

MENJAGA JAM KERJA UNTUK KEPENTINGAN PEKERJAAN ADALAH AMANAH

MENJAGA JAM KERJA UNTUK KEPENTINGAN PEKERJAAN ADALAH AMANAH.


Wajib bagi seorang pegawai atau pekerja untuk menggunakan waktu jam kerja untuk urusan pekerjaan yang telah diamanahkan.
Tidak boleh ia menggunakan waktu jam kerja pada perkara-perkara lain selain pekerjaan tsb.
Dan tidak boleh ia menggunakan waktu itu atau sebagian dari waktu tsb untuk kepentingan pribadinya, atau kepentingan orang lain apabila tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.
Hal ini dikarenakan jam kerja bukanlah milik pegawai atau pekerja, akan tetapi untuk upah/gaji yg ia dibayar dengannya. Krn hal tsb akan mempengaruhi halal dan haramnya makan yg ia peroleh dari kerjaan tsb.

Syaikh Al-Mu’ammar bin Ali Al-Baghdadi (507H) telah menasihati Perdana Menteri Nizhamul Muluk dengan nasihat yang dalam dan berfedah. Di antara yang dikatakannya diawal nasihatnya itu.

“Suatu hal yang telah maklum wahhai perdana mentri! Bahwasanya setiap individu masyarakat bebas untuk datang dan pergi, jika mereka menghendaki mereka bisa ada ditempat atau bepergian semaunya.
Adapun orang yang terpilih menjabat kepemimpinan maka dia tidak bebas untuk bepergian, karena orang yang berada di atas pemerintahan adalah amir (pemimpin) dan dia pada hakikatnya orang upahan, ia telah menjual waktunya dan mengambil gajinya. Maka tidak tersisa dari siangnya yang dia gunakan sesuai keinginannya, dan dia tidak boleh shalat sunat, serta I’tikaf… karena itu adalah keutamaan sedangkan ini adalah wajib”.

Di antara nasihatnya, “Maka hidupkanlah kuburanmu sebagaimana engkau menghidupkan istanamu”

Dan sebagaimana seseorang ingin mengambil upahnya dengan sempurna serta tidak ingin dikurangi bagiannya sedikitpun, maka hendaklah ia tidak mengurangi sedikitpun dari jam kerjanya untuk sesuatu yang bukan kepentingan kerja.

Allah telah mencela Al-Muthaffifin (orang-orang yang curang) dalam timbangan, yang menuntut hak mereka dengan sempurna dan mengurangi hak-hak orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah oran-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. Yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam” [Al-Muthaffifin : 1-6]

Sehingga tiada perbedaan mencuri bobot timbangan atau mencuri waktu bekerja..!

Sumber : kitab Kaifa Yuaddi Al-Muwazhzhaf Al-Amanah, Penerbit Daarul Qasim
Penulis: Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad Al-Abad

Semoga bisa menjadi renungan..

Sangat disayangkan banyak kaum muslimin yg menganggap hal ini enteng..

padahal tiada yg luput dari pandangan Allah Ta'ala..

بارك اللّه فيك

Ditulis oleh: أُسْتَاذُ Abu Riyadl Nurcholis Majid, Lc - حفظه الله تعالى

♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar