Ditulis oleh: أُسْتَاذُ Sufyan Basweidan, MA - حفظه الله
Doa ini diajarkan Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib, dan para
penanggung utang – meski utang sebesar gunung Shier – niscaya Allah akan
melunasi utang itu.
Harta haram memang mengerikan dampaknya. Kendatipun demikian, banyak
orang yang nekat melahapnya. Alasan mereka pun macam-macam. Ada yang
karena tamak. Ada pula yang karena himpitan ekonomi. Salah satunya
ketika seseorang terlilit utang atau putus asa mendapat lapangan kerja
yang halal dengan penghasilan yang memadai, penghasilan haram akan
menjadi fitnah besar baginya. Lantas apakah penangkal fitnah yang
berbahaya ini?
Mari kita simak hadis berikut,
Dari Abu Wa-il (Syaqieq bin Salamah), katanya, “Ada seseorang yang
menghampiri Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu seraya berkata, ‘Wahai
Amirul Mukminin, aku sudah tak mampu lagi mencicil uang untuk menebus
kemerdekaanku, maka bantulah aku.’ Ali menjawab, ‘Maukah kau kuajari
beberapa kalimat yang pernah Rasulullah ajarkan kepadaku? Dengan
membacanya, walaupun engkau menanggung utang sebesar gunung Shier,
niscaya Allah akan melunasinya bagimu!’ ‘Mau’, jawab orang itu.
‘Ucapkan:
اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Ya Allah, cukupilah aku dengan rezeki halal-Mu agar terhindar dari yang
Kau haramkan. Jadikanlah aku kaya karena karunia-Mu, bukan karena
karunia selain-Mu.
(HR. Abdullah bin Ahmad dalam Zawa-idul Musnad No. 1319; At-Tirmidzi
No. 3563 dan Al-Hakim 1/537. At-Tirmidzi mengatakannya sebagai hadis
hasan, dan dihasankan pula oleh Syaikh Al-Albani. Sedangkan Al-Hakim
mensahihkannya)
Dalam syariat Islam, seorang hamba sahaya dibolehkan menebus
kemerdekaan dirinya dari majikannya, dengan membayar sejumlah uang
sesuai kesepakatan. Uang bisa diperoleh dari hasil kerja si budak, atau
dari zakat yang diberikan kepadanya. Dalam riwayat lain, yang dinamakan
Shabier adalah sebuah gunung di daerah suku Thay atau sebuah gunung di
Yaman.
Hadis tersebut mengajarkan pada kita agar tidak melupakan Allah yang
menguasai nasib kita di dunia. Dia-lah yang memberi ujian berupa
kesempitan. Dan Dia pula yang dapat dengan mudah melapangkannya kembali.
Oleh karenanya, tidak sepantasnya seorang Mukmin hanya bertumpu pada
usahanya dan lupa bertawakal kepada Allah. Usaha memang harus dilakukan.
Namun ia tidak akan memberi hasil yang sempurna kecuali atas izin Allah
dan restu-Nya. Untuk mendapatkan restu tersebut, cara yang paling
efektif adalah memperbanyak doa. Baik lewat ucapan lisan maupun amal
salih. Ucapan yang paling dicintai Allah adalah yang menegaskan
ketauhidan-Nya.
Doa yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengandung
penegasan akan nilai tauhid, yaitu ketika hamba hanya memohon kecukupan
dan karunia dari Allah, serta meminta agar tidak merasa kaya berkat
karunia selain-Nya.
Ini merupakan ibadah yang agung, yang menunjukkan bahwa si hamba
benar-benar menggantungkan harapannya kepada Allah semata, bukan kepada
selain-Nya. Dalam hadis tersebut juga terkandung pelajaran mengenai
pentingnya tauhid sebagai penutup suatu permohonan.
Sedangkan dalam hadis lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu’adz bin Jabal,
“Maukah engkau kuajari sebuah doa yang bila kau ucapkan, maka walaupun
engkau memiliki utang sebesar gunung Uhud, Allah akan melunasinya?
Katakan hai Mu’adz, ‘
اَللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلكَ مِمَّنْ تَشَاءُ، وُتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ
تَشَاءُ، بِيَدِكَ الخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ،
رَحْمَـانَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَرَحِيْمَهُمَا، تُعْطِيهِمَا مَنْ
تَشَاءُ وَتَمْنَعُ مِنْهُمَا مَنْ تَشَاءُ، اِرْحَمْنِي رَحْمَةً
تُغْنِينِي بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ
Ya Allah, Pemilik Seluruh Kekuasaan. Engkau beri kekuasaan kepada siapa
yang Engkau kehendaki, dan Engkau mencabutnya dari siapa yang Engkau
kehendaki. Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau
menghinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala
kebaikan, dan Engkau Maha Berkuasa Atas Segala Sesuatu. Wahai Penyayang
dan Pengasih di Dunia dan Akhirat, Engkau memberi keduanya (dunia dan
akhirat) kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan menahan keduanya dari
siapa yang Engkau kehendaki. Rahmatilah aku dengan rahmat-Mu yang
menjadikanku tak lagi memerlukan belas kasih selain-Mu.”
(Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu’jamus Shaghier dengan sanad
yang dianggap jayyid oleh Al-Mundziri. Sedangkan Syaikh Al-Albani
menghasankannya; lihat Shahih at-Targhieb wat Tarhieb No. 1821).
Kalau dalam hadis sebelumnya terdapat isyarat agar kita mengakhiri doa
dengan penegasan akan nilai tauhid, dalam hadis ini sebaliknya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk memulai
permintaan dengan menegaskan masalah tauhid. Karenanya beliau memulainya
dengan kalimat-kalimat yang menunjukkan kemahaesaan Allah dari sisi
Rububiyyah. Lalu mengikutinya dengan kalimat yang berhubungan dengan
tauhid asma’ was sifat. Yaitu dengan menetapkan bahwa semua kebaikan
berada di tangan-Nya, dan bahwasanya Dia berkuasa atas segala sesuatu.
Demikian pula dengan kalimat berikutnya, yang merupakan seruan kepada
Allah, dengan menyebut dua di antara nama-nama Allah yang indah, yaitu
Rahman dan Rahiem. Kemudian barulah si hamba menyebutkan hajat utamanya,
yaitu agar Allah melunasi utangnya dan mengentaskannya dari kemiskinan.
Tentunya, doa ini tidak akan efektif jika hanya diucapkan tanpa
diresapi maknanya dan diwujudkan esensinya dalam kehidupan sehari-hari.
Percuma saja jika seseorang mengucapkan doa tersebut namun tidak
mempedulikan status penghasilannya: halal ataukah haram. Percuma juga
jika ia rajin mengucapkan doa tersebut namun masih berlumuran dengan
syirik akbar yang membatalkan seluruh amalnya.
Oleh karena itu, agar doa ini efektif dan mustajab, kita harus
mengucapkannya sembari berusaha memahami ajaran agama semaksimal
mungkin, agar tahu mana yang halal dan mana yang haram.
♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷̴⌣♈̷
Tidak ada komentar:
Posting Komentar