Senin, 08 Juni 2015

Resume Kajian Tafsir Ayat-Ayat Puasa

 Resume Kajian Tafsir Ayat-Ayat Puasa (Bagian pertama)
-----------------------------------------

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS al-Baqarah : 183)
Yaa ayyuhalladziina aamanuu. Panggilan "Hai orang-orang yang beriman" biasanya menunjukkan adanya perintah atau larangan. Berkata Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu :
إِذَا سَمِعْتَ اللَّهَ يَقُولُ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا} فَأَرْعِهَا سَمْعك، فَإِنَّهُ خَيْرٌ يَأْمُرُ بِهِ أَوْ شَرٌّ يَنْهَى عَنْهُ
"Jika engkau mendengar Allah berfirman 'Hai orang-orang yang beriman' maka persiapkanlah pendengaranmu, maka sesungguhnya ia adalah kebaikan yang diperintahkan dengannya atau keburukan yang dilarang atasnya" (Tafsir Ibnu Katsir 1/374)
Dan perintah berpuasa disini membutuhkan keimanan. Meski di depan kita ada makanan dan minuman, kita tidak menyentuhnya karena adanya keimanan. Juga karena keimanan, kita meyakini Allah mengetahui segala apa yang kita lakukan.
Kutiba 'alaikum ash-shiyaam. Kutiba = dituliskan, disini bermakna diwajibkan. Diwajibkan atas kalian berpuasa.
Shiyam /shaum dari kata صام - يصوم - صوما وصياما (shoma yashumu shouman wa shiyaman) secara bahasa menahan diri.
Adapun secara istilah menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari disertai dengan niat.
Yang membatalkan puasa :
1. Makan dan minum dengan sengaja
2. Bersetubuh, membutuhkan kafarat.
3. Haid dan nifas
4. Muntah dengan sengaja (muntah dengan tidak sengaja, tidak membatalkan)
Selain di atas, ada perkara yang diperselisihkan apakah membatalkan puasa atau tidak :
- Istimna' / onani, apakah sama dengan bersetubuh atau tidak. Sebagian berpendapat sama, sebagian berpendapat tidak sama dengan bersetubuh karena tidak ada dalil yang menunjukkan istimna' membatalkan puasa. Sebab jika diqiyaskan dengan bersetubuh maka kafaratnya sama dengan memberi makan 60 fakir miskin, dan tidak ada ulama yang berpendapat demikian. Syaikh Albani mengatakan istimna' tidak membatalkan puasa meski pelakunya berdosa.
- masalah suntikan, pendapat yang paling kuat boleh selama tidak memberi makan kepada tubuh.
Keutamaan puasa dalam Islam, disebutkan dalam hadits-hadits berikut :
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ
"Puasa itu tameng, maka apabila salah seorang di antara kalian berpuasa janganlah berkata kotor dan berteriak-teriak." (Shahih. HR. An-Nasa'i no. 2216) Hadits ini mengajarkan adab dalam berpuasa yakni menjaga lidah.
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ مَا شَاءَ اللَّهُ يَقُولُ اللَّهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
"Setiap amal (kebaikan) manusia akan dilipatgandakan, satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat sesuai kehendak Allah. Allah berfirman, "Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, Aku lah yang akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena-Ku.' Bagi orang yang berpuasa di beri dua kegembiraan: kegembiraan saat berbuka puasa, dan kegembiraan saat berjumpa Tuhannya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada aroma wangi misik." (Shahih. HR. Ibnu Majah no. 1335)
Kamaa kutiba 'alalladzina min qablikum : sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, yakni yahudi dan nasrani. Sebelum ramadhan diwajibkan, Allah mewajibkan puasa 3 hari setiap bulan ditambah puasa asyura. Setelah diwajibkan puasa Ramadhan maka puasa sebelumnya menjadi sunnah.
La'allakum tattaquun : agar kalian bertakwa, inilah target puasa.
Tanda puasa diterima adalah puasanya menghasilkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
------------------------------
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. al-Baqarah : 184)
Ayyaaman ma'duudaat : hari-hari yang terhitung (Allah tidak mengatakan hari-hari yang banyak) agar jiwa kita tidak merasa berat.
Faman kaana mariidhan : Siapa diantara kalian yang sakit. Ibnu Hazm berpendapat segala sakit meski ringan, jumhur berpendapat adalah sakit yang apabila kita berpuasa akan menimbulkan kepayahan
Au 'ala safarin : atau dalam perjalanan, jika menimbulkan masyaqqah (kesulitan). Dalam hal ini diperselisihkan apakah musafir itu lebih baik berpuasa atau tidak, sehingga terbagi dalam beberapa pendapat :
1. Berpuasa lebih utama, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat pernah keluar pada hari yang panas di bulan Ramadhan, dan tidak ada yang berpuasa kecuali Rasulullah dan Abdullah bin Rawahah (lihat Shahih Muslim no. 1122)
2. Tidak berpuasa lebih utama. Berdasarkan hadits, tidak termasuk kebaikan, berpuasa ketika safar, juga karena itu rukhshoh.
3. Wajib berbuka, pendapat Ibnu hazm. Dalilnya juga sama dengan hadits sebelumnya.
4. Dan ini pendapat yang rajih, dilihat keadaanya. Bila tidak melelahkan lebih baik berpuasa, bila melelahkan lebih baik berbuka. Dalilnya dengan melihat sebab hadits sebelumnya. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu :
قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ، فَرَأَى زِحَامًا، وَرَجُلاً قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ، فَقَالَ " مَا هَذَا ". فَقَالُوا صَائِمٌ. فَقَالَ " لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah dalam suatu perjalanan melihat kerumunan orang, yang diantaranya ada seseorang yang sedang dipayungi. Beliau bertanya: "Ada apa ini?" Mereka menjawab: "Orang ini sedang berpuasa". Maka Beliau bersabda: "Tidak termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan". (HR. al-Bukhari no. 1946)
Fa 'iddatun min ayyaamin ukhar. Dalam ayat ini, Allah menyebut yang wajib qadha' : 1) orang yang sakit dan 2) orang yang safar. Dan dalam hadits, Nabi menambahkan : 3) wanita yang haid, dan diqiyaskan juga padanya 4) wanita yang nifas.
Wa 'alalladzina yuthiiquunahu fidyatun tho'aamun miskiin : dan orang yang tidak mampu berpuasa maka atas mereka membayar fidyah, memberi makan kepada fakir miskin. Menurut Ibnu Abbas yang membayar fidyah : orang tua renta yang tidak mampu berpuasa, orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, wanita hamil dan menyusui. Wanita hamil dan menyusui tidak wajib qadha' karena tidak ada dalil. Ada juga pendapat lain : wajib qadha dan membayar fidyah, namun pendapat ini tidak tepat karena wanita hamil dan menyusui bukan orang sakit.
Fidyatun tho'aamun miskiin : Fidyah bukan dengan uang, tapi dengan makanan. Ukurannya setengah sha' (1 sha = 1,5 liter beras)
Faman tathowa'a khairan fahuwa khairun lahu, dan siapa yang mampu melakukan lebih dari itu maka itu lebih baik baginya. Misal membayarnya setiap hari 1 sha' maka itu lebih baik. Cara membayar fidyah :
1. Di setiap hari yang ditinggalkan.
2. Dengan mengumpulkan hari yang ditinggalkan dan mengundang fakir miskin sejumlah hari yang ditinggalkan untuk makan sepuasnya, sebagaimana dilakukann Anas bin Malik.
Wa an tashumuu khairun lakum in kuntum ta'lamuun. dan kalian berpuasa maka itu lebih baik bagimu (jika ada pilihan berpuasa atau tidak) jika kalian mengetahuinya. di awal-awal Islam, puasa tidak diwajibkan sehingga diberikan pilihan puasa atau tidak, dan ketika manusia sudah terlatih maka Allah wajibkan berpuasa.
(bersambung)
------------------------
 Dari kajian pengganti Shahihul Jami' yang tetap disampaikan oleh ustadz Badrusalam hafizhahullah, Sabtu malam, 6 Juni 2015 di Muadz bin Jabal.
📚 WA Mu'adz bin Jabal 📚
 Resume Kajian Tafsir Ayat-Ayat Puasa (Bagian terakhir)
--------------------
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. al-Baqarah : 185)
Syahru ramadhaanalladzii unzila fiihil-qur'an. Allah menyebutkan keutamaan ramadhan sebagai bulan turunnya al-Qur'an, yakni yang tepatnya di malam lailatul qadr, di malam itu Allah mentakdirkan takdir setahun penuh (takdir samawi). Dalam hadits hasan riwayat at-Tirmidzi no. 682, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan Ramadhan :
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ.
"Apabila tiba awal malam bulan Ramadhan, maka syetan-syetan dan jin yang durhaka dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintupun yang dibuka, pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada satupintupun yang ditutup, lalu (malaikat) penyeru menyerukan, "Wahai orang yang menghendaki kebaikan, datanglah. Wahai orang yang menghendaki kejelekan, berhentilah. Allah juga mempunyai pembebas-pembebas dari neraka. Hal itu (terjadi) pada tiap malam."
Akhir hadits ini menunjukkan kelemahan hadits yang membagi Ramadhan terbagi tiga (.... awwaluhu rahmah, ausatuhu maghfirah, akhiruhu itqun minannaar - HR. Ibnu Khuzaiman no. 1887; hadits munkar karena di dalamnya ada perawi yang disepakati kelemahannya : Ali bin Zaid bin Jud'an)
Unzila fiihil-Qur'an, bulan diturunkannya Al-Qur’an, ini isyarat anjuran banyak membaca al-Qur'an. Rasulullah tiap malam bertemu malaikat Jibril di bulan Ramadhan untuk tadarus al-Qur'an. Para shahabat dan tabi'in begitu gemar membaca al-qur'an. Sampai imam Malik meliburkan kajian haditsnya di bulan Ramadhan untuk fokus pada al-qur'an, juga imam asy-Syafi'i mengkhatamkan setiap hari di bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ، فَشَفِّعْنِي فِيهِ "، قَالَ: " فَيُشَفَّعَانِ
“Puasa dan al-Qqur'an memberi syafaat kepada hamba pada hari kiamat. Puasa berkata : “Yaa Rabbi, saya menahan dia dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka berilah kepadaku syafa’at untuknya”. Aal-Qur’an berkata : “Saya menahannya dari tidur di malam hari maka berilah kepadaku syafa’at untuknya”. Maka keduanyapun memberi syafaat. ( Shahih. HR. Ahmad no. 6626, Shahihul Jami' no. 3882)
Hudan linnas, sebagai hidayah bagi manusia. Dalam Al-Baqarah ayat 1 : Hudan lil muttaqin. Tidak bertabrakan kedua ayat ini , karena al-Qur'an itu hidayah bagi manusia, dan setiap manusia mau menerima al-Qur'an kecuali orang-orang yang bertakwa.
Wal furqan, sebagai al-Furqan, pembeda yang haq dan yang bathil
Faman syahida minkumusy-syahra falyasumhu, barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan maka hendaknya berpuasa. Sebagaimana hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
"Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula."
Para ulama sepakat penentuan bulan Ramadhan dengan melihat hilal. Menurut Ibnu Taimiyah, orang yang berpuasa dengan hisab semata : ahli bid'ah.
Jumhur berpendapat menentukan masuknya Ramadhan cukup 1 orang yang menyaksikan (hadits riwayat Ibnu Umar) dan apabila keluar Ramadhan 2 orang
Menyaksikan syahr/bulan. Hilal disebut bulan (syahr) karena masuknya bulan itu masyhur.
Apabila ada orang melihat hilal sendirian namun ditolak qadhi, maka ada dua pendapat :
1) tetap berpuasa walaupun sendirian.
2) mengikut keputusan qadhi (pendapat syaikhul Islam dan lainnya). sebagaimana disebutkan di sebuah hadits shahih dalam sunan at-Tirmidzi no. 697 :
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
"Puasa (Ramadhan) adalah hari kamu berpuasa, Idul Fitri adalah hari kamu berbuka, dan Idul Adha adalah hari kamu menyembelih hewan Kurban." at-Tirmidzi setelah membawakan hadits ini berkata : Sebagian ahli ilmu menafsirkan hadits ini, yang dimaksud hadits ini adalah berpuasa dan ber-idul fitri bersama jama'ah.
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam hal ini ada 2 faedah :
1. Yang menyaksikan bulan lalu ditolak pemerintah wajib mengikuti keputusan pemerintah, tidak boleh puasa sendirian
2. Yang berhak menentukan kapan puasa adalah pemimpin, tidak boleh organisasi/individu.
Bila pemerintah salah, maka kata Ibnu Taimiyah tidak ada bedanya dengan imam shalat, bila imam salah maka dosanya baginya sendiri dan makmum tetap berpahala.
Setelah ayat ini diturunkan puasa Ramadhan menjadi wajib, setelah sebelumnya diberikan pilihan berpuasa atau tidak (lihat ayat sebelumnya)
Wa man kaana mariidhan au 'alaa safarin fa'iddatun min ayyaamin ukhar. Bagi yang sakit dan safar wajib mengqadha' di hari yang lain. Bagi yang sebelumnya pernah tidak puasa dengan berpuasa maka hendaknya bertaubat, tidak ada dalilnya mengqadha'.
Yuriidullahu bikumul-yusra walaa yuriidu bikumul-'usra. Allah menginkan kalian kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan. Ini menunjukkan iradah syar'iyah Allah yang menginginkan kemudahan. Syari'at Islam ini mudah. Dalam Shahih , Rasulullah bersabda :
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ
"Sesungguhnya agama ini mudah." (HR. al-Bukhari no. 39)
Walitukmiluul'iddah, dan hendaklah kalian menyempurnakan bilangannya.
Walitukabbiruullah, agar kalian bertakbir, membesarkan Allah. Imam asy-Syafi'i menjadikan dalil bahwa bertakbir pada malam bulan Ramadhan (juga pendapat Ibnu Taimiyah). Sebagian yang lain berpendapat takbiran dimulai saat pagi hari keluar rumah dengan berdasarkan hadits bahwa Rasulullah keluar dan bertakbir di pagi hari, hanya saja sanad hadits ini mudhtarib/guncang. Karena tidak ada dalil yang shahih, tidak boleh saling mengingkari di antara dua pendapat tersebut.
Allahu a'lam
------------------------
Dari kajian pengganti Shahihul Jami' yang tetap disampaikan oleh ustadz Badrusalam hafizhahullah, Sabtu malam, 6 Juni 2015 di Muadz bin Jabal.
📚 WA Mu'adz bin Jabal 📚

¤¤(*)¤¤

Tidak ada komentar:

Posting Komentar